Wednesday, May 18, 2011

Uranium dalam Perspektif Geografi & lingkungan

BAB I

PENGENALAN URANIUM

A. Pengertian
Uranium adalah suatu unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki lambang U dan nomor atom 92. Sebuah logam berat, beracun, berwarna putih keperakan dan radioaktif alami, uranium termasuk ke seri aktinida (actinide series).Isotopnya 235U digunakan sebagai bahan bakar reaktor nuklir dan senjata nuklir. Uranium biasanya terdapat dalam jumlah kecil di bebatuan, tanah, air, tumbuhan, dan hewan (termasuk manusia).
Uranium-235 adalah isotop uranium yang penting disamping uranium-238. Hanya 0,72% uranium alami adalah uranium-235, yang memiliki waktu paruh 7,038 x 108 tahun. Uranium-235 juga digunakan sebagai sumber utama penghasil neutron dalam reaksi nuklir, yang mana neutron-neutron ditembakkan ke arah uranium-238, dalam hal ini untuk membuat/ memproduksi plutonium.
Uranium-235 dan plutonium-239 digunakan sebagai bahan bakar (fisi nuklir), dalam reaktor nuklir dan bom nuklir. Peristiwa-peristiwa alam dan proses geologi telah membentuk uranium sebagai mineral. Karena mineral tersebut bersifat radioaktif dan untuk mendapatkannya harus melalui proses penggalian dalam tambang, maka uranium seringkali dikenal juga sebagai bahan galian nuklir. Mineral uranium terdapat dalam kerak bumi pada hampir semua jenis batuan, terutama batuan asam seperti granit, dengan kadar 3-4 gram dalam satu ton batuan. Di alam dapat ditemukan lebih dari 100 jenis mineral uranium, antara lain yang terkenal adalah uraninite, pitchblende, coffinite, brannerite, carnatite dan tyuyamunite.
B. Kandunngan Uranium Dalam Mineral
Kandungan uranium dalam mineral, besarnya cadangan dan sifat cadangan sangat menentukan nilai ekonomi mineral tersebut. Untuk selanjutnya perlu dibedakan antara mineral dan bijih. Mineral adalah senyawa alamiah dalam kerak bumi, sedang bijih merupakan mineral yang memberi nilai ekonomi apabila dieksploitasikan. Dahulu hanya bijih dengan kadar di atas 0,1 persen yang menarik perhatian. Namun karena permintaan uranium yang terus menunjukkan peningkatan dari waktu ke waktu, maka saat ini orang mengambil bijih dengan kadar uranium kurang lebih 0,03 persen. .
Kadar uranium dalam batuan granit relatif paling tinggi bila dibandingkan dengan kadarnya di dalam batuan beku lainnya. Oleh sebab itu, batuan tersebut dapat dikatakan sebagai pembawa uranium. Batuan granit dengan volume 1 km3 dapat membentuk cebakan uranium sebanyak 2.500 ton. Pada umumnya uranium dalam batuan ini terdistribusi secara merata dan dapat dijumpai dalam bentuk mineral uranit maupun oksida komplek euksinit betafit. Uranit merupakan bahan di mana komponen utamanya dengan prosentase lebih dari 80 % berupa uranium, sedang euksinit betafit merupakan bahan dengan kandungan uraniumnya cukup besar (lebih dari 20 %) tetapi uranium tersebut bukan merupakan komponen utamanya.
Mineral uranium yang terdapat dalam batuan mudah dikenali karena sifat-sifat fisiknya yang khas, antara lain :
• Uranium beserta anak luruhnya bersifat radioaktif sehingga mampu memancarkan radiasi pengion berupa sinar-a, -b dan -g. Oleh sebab itu keberadaannya dapat dipantau dengan alat ukur radiasi. Sifat ini dapat membedakan uranium dari batuan lainnya. Karena batuan lain tidak memancarkan radiasi, maka batuan tersebut tidak dapat diidentifikasi dengan alat ukur radiasi.
• Oksida alam dari uranium mempunyai warna hijau kekuning-kuningan dan coklat tua yang mencolok sehingga mudah dikenali.
• Apabila disinari dengan cahaya ultra ungu, uranium akan mengeluarkan cahaya fluoresensi yang sangat indah dan mudah dikenali.
Ada tiga jenis isotop uranium alam yang diperoleh dari hasil penambangan, yaitu 235U dengan kadar 0,715 %, 238U dengan kadar 99,825 % dan 234U dengan kadar yang sangat kecil. Dari ketiga isotop uranium tersebut, hanya 235U yang dapat digunakan sebagai bahan bakar fisi.
Ada beberapa tahapan yang harus dilalui untuk mendapatkan bahan bakar uranium dari mulai kegiatan penambangan sampai dengan proses pembakarannya di dalam teras reaktor nuklir hingga ke pengelolaan limbah radioaktif yang ditimbulkannya. Proses-proses pada masing-masing tahapan cukup komplek, rumit dan beberapa di antaranya memerlukan teknologi tinggi. Daur bahan bakar nuklir mencakup semua proses baik fisika maupun kimia yang dilalui oleh bahan galian nuklir agar dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar di reaktor nuklir. Berikut ini akan dibahas tahapan-tahapan proses dalam daur bahan bakar nuklir.

BAB II
PENGOLAHAN URANIUM

A. Eksplorasi dan Penambangan Uranium .
Eksplorasi bahan galian nuklir merupakan bagian awal dari daur bahan bakar yang sekaligus dapat digunakan untuk menginventarisasi sumber daya bahan galian nuklir. Kegiatan eksplorasi uranium pada umumnya dimulai dari penentuan suatu lokasi dimana pada lokasi tersebut diharapkan dapat ditemukan bahan galian nuklir. Metode eksplorasi yang dianut sampai sekarang adalah melalui penelitian konvensional, penelitian geologi, pengukuran tingkat radiasi dan geokimia. Metode tersebut digunakan karena cukup murah dengan hasil yang cukup bagus.
Cara penambangan uranium sangat mirip dengan cara penambangan bijih-bijih tambang lainnya, yaitu melalui penambangan terbuka dan penambangan bawah tanah. Dari kegiatan penambangan ini diperoleh bongkahan-bongkahan berupa batuan yang di dalamnya terdapat mineral-mineral uranium. Batuan tersebut selanjutnya dikirim ke unit pengolahan untuk menjalani proses lebih lanjut.
B. Jenis-Jenis Daur Bahan Bakar Nuklir
Ada tiga macam daur bahan bakar nuklir yang selama ini diterapkan oleh negara-negara yang telah memanfaatkan energi nuklir, yaitu :
• Daur terbuka uranium alam. Daur ini dimulai dari eksplorasi, penambangan, pengolahan, pemurnian langsung pabrikasi tanpa pengayaan terlebih dahulu. Setelah pemakaian dalam teras reaktor, bahan bakar bekas mengalami penyimpanan sementara, tanpa mengalami proses olah ulang langsung disimpan secara lestari.
• Daur Terbuka Uranium diperkaya. Daur ini hampir sama dengan daur terbuka uranium alam. Bedanya setelah pemurnian akan mengalami pengayaan terlebih dahulu sebelum pabrikasi. Bahan bakar bekasnya juga langsung disimpan secara lestari tanpa mengalami proses olah ulang. Apabila digunakan uranium alam, ongkos bahan bakarnya cukup tinggi karena proses pabrikasi yang lebih sering, dan jumlah bahan bakar bekas yang harus disimpan menjadi banyak. Proses pengayaan diperlukan untuk menghindari beberapa keterbatasan bahan bakar uranium alam. Dengan proses pengayaan akan diperoleh derajad bakar yang lebih tinggi.
• Daur tertutup uranium diperkaya. Daur ini hampir sama dengan daur terbuka uranium diperkaya. Bedanya dalam daur tertutup ini bahan bakar bekas pakai dari reaktor setelah proses penyimpanan sementara akan mengalami proses olah ulang. Proses ini dimaksudkan untuk mengambil kembali sisa bahan bakar yang belum terbakar dan bahan bakar baru yang terbentuk.
Tahapan-tahapan proses dari eksplorasi, penambangan, pengolahan, pemurnian, pengayaan dan pabrikasi merupakan proses yang dilakukan sebelum bahan bakar nuklir dipakai di reaktor. Proses-proses tersebut dikenal sebagai kegiatan ujung depan. Sedang proses-proses penanganan bahan bakar nuklir bekas pakai disebut kegiatan ujung belakang. Kegiatan ini meliputi penyimpanan sementara, proses olah ulang dan penyimpanan lestasi limbah radioaktif.
Ada dua kelompok komunitas nuklir yang berbeda cara pandangnya dalam menangani ujung belakang daur bahan bakar nuklir. Kelompok negara-negara seperti Cina, Perancis, Jerman, Jepang, Inggris dan Rusia bertekad untuk melakukan olah ulang bahan bakar bekas dari penggunaan reaktor yang dimilikinya. Kelompok negara-negara ini di samping melihat segi ekonomi sebagai faktor utama untuk melakukan olah ulang bahan bakar bekasnya, mereka juga beranggapan bahwa pemisahan limbah radioaktif beraktivitas tinggi dari bahan bakar bekas mempunyai keunggulan dalam penyimpanan lestari limbah radioaktif.
Kelompok negara lain seperti Kanada, Spanyol, Swedia dan Amerika Serikat menempuh jalur lain dalam penanganan ujung belakang daur bahan bakar nuklir. Negara-negara ini menempuh jalan berupa penyimpanan jangka panjang bahan bakar bekasnya sebagai suatu langkah yang perlu dilakukan sebelum penyimpanan lestari limbah radioaktif yang dimilikinya. Hal ini ditempuh karena mereka beranggapan bahwa pada suatu saat nanti akan dapat dilakukan pemanfaatan kembali 235U dan 239Pu yang terdapat di dalam bahan bakar bekas.
C. Pengerjaan Uranium .
Kadar uranium dalam bijih umumnya sangat rendah, yaitu berkisar antara 0,1 – 0,3 % atau 1-3 kg uranium tiap ton bijih. Untuk mempermudah dan menekan biaya transportasi, maka uranium dalam bijih ini perlu diolah terlebih dahulu. Tujuan utama dari pengolahan adalah untuk pemekatan dengan cara mengurangi sebanyak mungkin bahan lain yang ada dalam bijih sehingga dapat menyederhanakan proses transportasi ke tempat pemrosesan berikutnya.
Pengolahan bijih uranium dapat dilakukan dengan cara penggerusan, pelindihan maupun ekstraksi kimia dan pengendapan. Hasil akhir dari proses pengolahan uranium ini adalah diperolehnya endapan kering berwarna kuning yang disebut pekatan (konsentrat) yang berkadar uranium sekitar 70 %. Karena berwarna kuning maka endapan ini disebut juga yellowcake. Dari 1000 ton bijih rata-rata dapat dihasilkan 1,5 ton yellowcake.
D. Pemurnian Uranium
Proses pemurnian bertujuan untuk merubah yellowcake menjadi bahan dengan tingkat kemurnian yang tinggi sehingga berderajad nuklir dan bebas dari unsur-unsur pengotor lainnya. Senyawa kimia bahan bakar berderajad nuklir yang dihasilkan dapat berbeda bergantung proses pemurnian yang digunakan. Dari proses pemurnian akan diperoleh produk akhir berupa UO2, U3O8 atau U-logam yang siap untuk proses selanjutnya. Ketiga macam produk akhir proses pemurnian itu disesuaikan dengan kebutuhan calon pemakai bahan bakar nuklir.
E. Pengayaan Uranium
Pengayaan dimaksudkan untuk meningkatkan kadar 235U dalam bahan bakar nuklir hasil proses pemurnian. Perlu diketahui bahwa dalam uranium alam hasil penambangan terdapat tiga jenis isotop uranium, yaitu 238U dengan kadar 99,285 %, 235U dengan kadar 0,715 % dan 234U dengan kadar yang sangat kecil. Dalam reaktor nuklir yang dapat berperan sebagai bahan bakar hanyalah 235U, sedang 238U dan 234U tidak dapat dijadikan bahan bakar karena tidak dapat melakukan reaksi fisi. Dengan proses pengayaan maka kadar 235U menjadi tinggi sehingga bahan bakar dapat dipakai dalam waktu lama. Proses pengayaan ini akan meningkatkan kadar 235U dalam bahan bakar menjadi 2-4 % seperti lazimnya dibutuhkan oleh suatu reaktor nuklir. Proses pengayaan tidak selalu dilewati oleh bahan bakar, karena ada jenis reaktor nuklir yang dapat memanfaatkan uranium alam.
F. Pabrikasi
Proses pabrikasi bertujuan untuk menyiapkan bahan bakar nuklir dalam bentuk fisik yang sesuai dengan jenis yang dibutuhkan oleh reaktor nuklir calon pemakai bahan bakar tersebut. Ada bermacam-macam bentuk bahan bakar bergantung pada jenis rancang bangun reaktor. Perbedaan tersebut umumnya terletak pada bentuk dan ukuran bahan bakar yang digunakannya. Dalam proses pabrikasi, sebagian besarnya merupakan proses fisis mekanis ditambah sedikit proses kimia.
Ada berbagai macam bentuk elemen bakar bergantung pada rancang bangun yang dikaitkan dengan kinerja reaktor pemakainya. Misal ada jenis reaktor yang memakai bahan bakar diperkaya dengan pengayaan 2-3 % berbentuk UO2 yang diproses menjadi pelet dengan diameter ± 10 mm. Pelet kemudian dimasukkan ke dalam tabung kelongsong paduan zirkonium dengan panjang 4-5 m.

G. Pembakaran dalam Reaktor
Di dalam teras reaktor, bahan bakar nuklir 235U dibakar untuk mendapatkan panas yang dapat dimanfaatkan. Pembakaran merupakan satu-satunya proses produktif dalam daur bahan bakar nuklir. Tempat dan lamanya 235U dibakar di dalam teras diatur melalui program pengelolaan bahan bakar sehingga dapat dicapai tingkat pembakaran yang optimum. Umumnya bahan bakar rata-rata berada dalam teras reaktor selama 3-4 tahun. .
Dalam proses pembakaran ini dikenal adanya istilah derajad bakar (burn-up) yang dipakai untuk menyatakan jumlah bahan bakar yang terbakar/melakukan reaksi fisi. Derajad bakar dapat dinyatakan dalam beberapa cara, yang paling populer adalah dengan satuan MWd/tonU (jumlah energi yang telah dihasilkan dalam Mega Watt-hari/MWd dari tiap ton uranium /tonU). Makin tinggi derajad bakar, makin murah biaya pembangkitan energi nuklir, mengurangi frekwensi penggantian bahan bakar, mengurangi biaya pabrikasi dan lebih sedikit bahan bakar bekas sehingga menghemat biaya penyimpanan bahan bakar bekas. Dewasa ini derajad bakar tertinggi yang dapat dicapai adalah 40.000-60.000 MWd/tonU untuk bahan bakar diperkaya, dan paling rendah adalah 10.000-15.000 MWd/tonU untuk bahan bakar uranium alam.
H. Penyimpanan Sementara atau Pendinginan
Setelah bahan bakar nuklir 235U dimanfaatkan dalam reaktor nuklir dan mencapai derajad bakar tertentu, elemen bakar nuklir akan menjadi sangat radioaktif karena mengandung unsur-unsur radioaktif beraktivitas sangat tinggi hasil proses fisi 235U. Oleh sebab itu, bahan bakar bekas tersebut perlu disimpan sementara agar unsur-unsur hasil fisi yang radioaktif itu melakukan peluruhan sehingga radiasi yang dipancarkannya menjadi rendah. Penyimpanan sementara ini disebut juga sebagai proses pendinginan.
Laju peluruhan zat radioaktif bergantung pada jenis zat radioaktifnya. Setiap zat radioaktif memiliki waktu paro (T1/2), yaitu waktu yang diperlukan oleh zat radioaktif untuk meluruh sehingga jumlahnya tinggal setengah dari jumlah semula. Waktu paro zat radioaktif bervariasi dari orde beberapa detik hingga tahun.
Bahan bakar begitu dikeluarkan dari teras reaktor mengalami pendinginan dalam kolam penampung bahan bakar bekas. Kolam ini umumnya terintegrasi dalam gedung reaktor. Lama pendinginan bisa beberapa bulan hingga beberapa tahun bergantung pada kapasitas tampung kolam pendingin. Ada dua proses yang dapat dilakukan terhadap bahan bakar bekas setelah mengalami proses pendinginan, yaitu :
• Mengirimkan bahan bakar bekas tersebut ke instalasi pengolahan limbah nuklir untuk menjalani proses lebih lanjut. Jika hal ini yang tempuh, maka daur bahan bakarnya disebut sebagai daur terbuka.
• Mengirimkan bahan bakar bekas ke instalasi olah ulang untuk pemrosesan lebih lanjut. Jika hal ini yang ditempuh, maka daur bahan bakarnya disebut daur tertutup.

I. Proses Olah Ulang .
Proses olah ulang bahan bakar bekas bertujuan untuk mengambil sisa bahan bakar fisi yang belum terbakar dan bahan bakar baru yang terbentuk selama proses pembakaran bahan bakar nuklir. Jadi dalam hal ini bahan bakar bekas itu masih sangat berharga. Perlu diketahui bahwa proses pembakaran 235U di dalam teras reaktor tidak dapat membakar habis bahan bakar tersebut. Dari 100 kg bahan bakar nuklir yang semula berkomposisi 3 kg 235U dan 97 kg 238U, setelah proses pembakaran dalam teras reaktor selama tiga tahun, komposisinya akan berubah menjadi :
• 2 kg 235U terbakar/melakukan reaksi fisi sehingga tersisa 1 kg 235U.
• 2 kg 238U berubah menjadi 239Pu sehingga tersisa 238U sebanyak 95 kg.
• Dari 2 kg 239Pu yang terbentuk, 1 kg terbakar langsung dalam teras reaktor sehingga tersisa 1 kg 239Pu.
• Karena ada 2 kg 235U dan 1 kg 239Pu yang terbakar, maka dari pembakaran itu dihasilkan 3 kg unsur-unsur radioaktif hasil fisi.
Setelah dipakai sebagai bahan bakar di reaktor nuklir, sebagian besar 235U masih tersisa di dalam bahan bakar bekas. Pada suatu saat nanti, 235U sebagai satu-satunya bahan bakar nuklir yang ada di alam ini akan habis dikonsumsi. Oleh sebab itu, proses olah ulang bahan bakar bekas dapat menghemat penggunaan bahan bakar nuklir apabila dilakukan pada saat yang tepat. Sisa dari bahan bakar 235U dan bahan bakar baru 239Pu yang terbentuk dalam bahan bakar bekas dapat diambil kembali melalui proses olah ulang dan untuk selanjutnya dapat dijadikan bahan bakar baru. Dalam proses olah ulang ini 235U yang terambil dikirim ke instalasi pengayaan, sedang 239Pu langsung dikirim ke instalasi pabrikasi.

J. Penyimpanan Lestari
Limbah nuklir merupakan hasil samping dari kegiatan manusia dalam pemanfaatan teknologi nuklir. Secara ilmiah, istilah limbah nuklir dikaitkan dengan segenap bahan yang tidak dapat digunakan lagi (didaur ulang) yang karena tingkat radioaktivitasnya bahan tersebut tidak mungkin dilepas atau dibuang langsung ke lingkungan. Baik bahan bakar bekas yang tidak mengalami proses olah ulang maupun unsur-unsur radioaktif sisa proses olah ulang akan diperlakukan sebagai limbah radioaktif. Karena sifatnya yang mampu memancarkan radiasi dan dapat berakibat buruk bagi kesehatan manusia, maka semua bentuk limbah radioaktif tersebut harus dipadatkan dan dibuang secara lestari. Pembuangan lestari suatu limbah radioaktif secara aman merupakan tujuan akhir dari pengelolaan limbah radioaktif.
Pemadatan limbah nuklir dimaksudkan agar limbah tersebut terikat dalam suatu matrik padat yang sangat kuat. Matrik dirancang mampu bertahan hingga zat radioaktif yang diikatnya meluruh mencapai kondisi dimana kemampuannya memancarkan radiasi menjadi sangat lemah dan tidak membahayakan. Dengan pemadatan ini maka zat radioaktif tidak akan terlepas ke lingkungan dalam kondisi apapun selama disimpan. Proses pemadatannya bisa dilakukan dengan semen (sementasi), aspal (bitumenisasi), polimer (polimerisasi) maupun bahan gelas (vitrivikasi). Padatan limbah nuklir selanjutnya dimasukkan ke dalam kontainer yang dibuat dari baja tahan karat.

BAB III
PEMANFAATAN ENERGI NUKLIR

A. Energi Nuklir Dalam Kehidupan
Dewasa ini, telah lebih dari satu abad berlalu sejak manusia mengenal pengetahuan tentang nuklir. Sepanjang era tersebut, para ilmuwan telah melakukan berbagai penemuan penting dalam bidang ini, terutama yang terkait dengan pemanfaatan nuklir untuk berbagai hal yang positif bagi umat manusia. Namun demikian, dalam opini umum, energi nuklir masih terus identik dengan sesuatu yang berbahaya, merusak, dan menghancurkan. Opini negatif ini bukannya tanpa alasan, karena dalam penggunaan teknologi nuklir untuk pertama kali di dunia, umat manusia menyaksikan hancurnya dua kota, Nagasaki dan Hiroshima, akibat bom atom.
Secara sederhana, nuklir adalah sebutan bagi energi yang dilepaskan oleh reaksi penggabungan (fusi) atau pembelahan (fisi) inti atom. Agar terjadi reaksi fisi, kita memerlukan material, yaitu uranium. Namun, uranium yang tersedia di alam harus mengalami proses yang dikenal dengan istilah “pengayaan” atau “enrichment”. Proses pengayaan uranium untuk membangkitkan tenaga nuklir hanya diperlukan sebesar 5%. Namun, secara teoritis, jika sebuah negara mempunyai instalasi atau pabrik yang dapat memperkaya uranium alami menjadi uranium diperkaya sampai dengan 5%, secara teoritis negara tersebut juga mampu dengan teknologi atau instalasi yang sama untuk memperkaya uranium sampai di atas 90%. Uranium dengan pengayaan di atas 90% inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh sejumlah negara untuk memproduksi senjata nuklir.
Para fisikawan pada akhir abad ke-19 telah menemukan zat radioaktif dan mulai mengembangkan teknologi nuklir. Pada awal abad ke-20, teknologi nuklir mulai digunakan untuk kepentingan ilmu kedokteran. Namun, dengan terjadinya Perang Dunia Kedua, penelitian mengenai manfaat nuklir telah diselewengkan ke arah pembuatan senjata. Setelah perang, para peneliti kembali memusatkan perhatiannya kepada pemanfaatan nuklir untuk tujuan damai.
Di antara pemanfaatan nuklir bertujuan damai yang terpenting adalah untuk memproduksi listrik. Salah satu problema besar dunia dewasa ini adalah penyediaan energi. Persediaan bahan bakar fosil seperti minyak, minyak, gas, dan batu bara dalam waktu dekat akan habis. Selain itu, bahan bakar fosil menghasilkan limbah yang mencemari lingkungan. Masalah ini bisa terselesaikan dengan memproduksi listrik dari energi nuklir.
Saat ini berbagai negara di dunia, terutama negara-negara industri, semakin banyak melakukan pembangunan reaktor-reaktor nuklir untuk membangkitkan listrik. Lebih dari 16 persen listrik dunia diproduksi melalui energi nuklir. Namun demikian, sangat disayangkan, negara-negara berkembang justru dihalang-halangi untuk membangun pusat listrik tenaga nuklir ini. Negara-negara berkembang yang memiliki populasi yang lebih besar daripada negara-negara maju, hanya memproduksi 39 persen listrik dari energi nuklir dan sisanya dikuasai oleh negara-negara maju.
Kedokteran adalah salah satu bidang ilmu yang memanfaatkan energi nuklir. Dewasa ini, dalam usaha pencegahan dan penyembuhan penyakit, rumah sakit-rumah sakit umumnya sudah memanfaatkan teknologi nuklir. Pelayanan kedokteran nuklir memanfaatkan radionuklida buatan untuk tujuan diagnostik, pengobatan dan penelitian. Dengan memanfaatkan radiofarmaka dapat diperoleh informasi yang didasarkan atas perubahan-perubahan fisiologik maupun biokimiawi yang terjadi di dalam organ yang diperiksa pada tingkat sel maupun molekuler.
Penyakit kanker adalah salah satu penyakit mematikan yang bisa disembuhkan melalui teknologi nuklir. Teknik kedokteran nuklir telah digunakan secara luas untuk mendiagnosa dan menentukan lokasi dari kanker primer penyebarannya. Karena tingkat sensitivitasnya yang cukup tinggi, maka teknik ini sering digunakan untuk menentukan derajat penyakit kanker dan pemantauan keberhasilan suatu pengobatan. Beberapa jenis kanker juga dapat disembuhkan dengan menggunakan teknologi nuklir. Dengan teknologi nuklir, para dokter dapat mendeteksi beberapa jenis kanker dengan tingkat sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi. Selain itu, kedokteran nuklir juga mampu mendeteksi adanya kekambuhan penyakit kanker.
Kemampuan lainnya adalah menentukan lokasi kelainan pada keadaan di mana kadar petanda tumor dalam darah meningkat. Manfaat lain dari teknik kedokteran nuklir adalah dapat digunakan untuk memantau fungsi organ dan mendeteksi kerusakan yang ditimbulkan oleh pengobatan, misalnya memantau fungsi jantung penderita yang mendapat perawatan kemoterapi. Selain itu, pencitraan tulang menggunakan teknik kedokteran nuklir merupakan cara untuk mendeteksi penyebaran kanker ke tulang. Metode yang sama juga digunakan juga untuk memantau.
Selain untuk mendeteksi kanker, teknologi nuklir juga sangat membantu dalam penyembuhan penyakit jantung. Teknologi nuklit memiliki kemampuan dalam mendiagnosis dan menentukan prognosis penyakit jantung koroner. Secara umum teknik kedokteran nuklir dalam bidang kardiologi (penyakit jantung) menggunakan kamera gamma yang dapat digunakan untuk menilai fungsi jantung secara kualitatif dan kuantitatif. Selain itu, dapat pula dilakukan penilaian fungsi jantung secara global maupun regional.
Selain bidang kedokteran, teknologi nuklir juga bermanfaat dalam bidang peternakan dan pertanian. Di antara manfaat dari teknologi nuklir adalah pengurangan penggunaan pupuk buatan serta pendayagunaan dan peningkatan produktivitas lahan, pengendalian hama tanaman, peningkatan produksi dan kualitas daging ternak, peningkatan produksi dan kualitas susu, peningkatan keberhasilan program inseminasi buatan, pencegahan berbagai penyakit pada ternak, dll.
Melalui teknologi nuklir, para ilmuwan telah berhasil mengembangkan suplemen makanan ternak yang berguna untuk meningkatkan konsumsi pakan oleh ternak pada kondisi pemeliharaan tradisional. Suplemen makanan ternak hasil rekayasa nuklir ini tersusun dari kombinasi bahan limbah sumber protein dengan tingkatan jumlah tertentu yang secara efisien dapat mendukung pertumbuhan, perkembangan, dan kegiatan mikroba secara efisien di dalam tubuh hewan ternak. Selain itu, pengaplikasian teknologi nuklir bermanfaat dalam mengatur inseminasi atau pembiakan hewan ternak, perbaikan keturunan, dan mengatur agar hewan ternak mampu memproduksi susu secara stabil.
Pengenalan dan penyembuhan penyakit ternak juga dapat dilakukan dengan bantuan teknologi nuklir. Teknik nuklir radiasi yang dilakukan di bidang kesehatan ternak, bermanfaat antara lain untuk melemahkan patogenisitas penyakit yang disebabkan oleh bakteri, virus dan cacing. Para ilmuwan juga telah berhasil menemukan pemanfaatan radiasi telah membuat radiovaksin dan pengawetan produk ternak. Radiovaksin adalah teknik pembuatan vaksin dengan cara iradiasi. Melalui vaksin ini, kekebalan atau antibodi ternak dalam melawan penyakit dapat ditingkatkan. Dalam usaha perbaikan genetik hewan ternak pun, energi nuklir dapat dimanfaatkan.
Selain itu, nuklir juga bermanfaat dalam bidang pengawetan produk peternakan dan produk makanan. Melalui teknologi nuklir, serangga, bakteri, virus, maupun mikroba yang terdapat dalam produk ternak, seperti susu dan produk makanan lain, dapat dimusnahkan sehingga produk tersebut menjadi tahan lama. Dari semua uraian kami tadi, dapat disimpulkan bahwa teknologi nuklir sesungguhnya sangat bermanfaat bagi kesejahteraan manusia selama digunakan secara positif, dan bukan digunakan untuk memproduksi senjata pembunuh massal.

B. Aplikasi Teknik Nuklir Dalam Eksplorasi Air Tanah
Eksplorasi airtanah-dalam dengan metode teknik nuklir di daerah sulit air. Metode teknik nuklir pada eksplorasi airtanah-dalam bersifat mempertajam hasil eksplorasi yang diperoleh dengan metode geofisika konvensional yaitu geolistrik. Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi keberadaan akuifer paling potensial diantara yang kurang potensial dan memperkecil risiko kegagalan pemboran. Metode teknik nuklir yang diterapkan adalah metode pengukuran radioaktivitas soil/batuan dan metode survey gas radon yang selama ini hanya digunakan dalam eksplorasi mineral radioaktif. Pada eksplorasi airtanah-dalam diperlukan peta geologi dengan ketelitian yang cukup tinggi sehingga pada pemetaannya diperlukan jumlah dan distribusi singkapan batuan yang memadai. Masalahnya, di Indonesia yang beriklim tropik basah, jumlah singkapan batuan sangat terbatas karena tertutup oleh soil yang tebal. Oleh karena itu perlu dilakukan pengukuran radioaktivitas soil/batuan secara semi sistematik dari radiasi gamma (g), karena pada hakekatnya setiap soil/batuan sejenis mempunyai radioaktivitas relatif sama besar, yang merupakan cerminan kandungan unsur U, Th dan K dalam soil/batuan tersebut. Kesulitan air di suatu daerah diakibatkan oleh terbatasnya keberadaan akuifer yang biasanya berbentuk lapisan, maka perlu dicari akuifer dalam bentuk lain misalnya akuifer celah sistem fraktur. Identifikasi akuifer celah sistem fraktur di lapangan dapat dilakukan dengan metode survey gas radon. Radon adalah anggota kelompok unsur, meluruh secara alamiah berbentuk gas yang memancarkan radiasi alpha (a), bergerak ke atas secara vertikal melalui sistem fraktur atau celah. Anomali gas radon dapat menggambarkan sistem fraktur bawah permukaan yang berhubungan langsung dengan atmosfer. Metodologi ini telah dicoba diterapkan

C. Teknologi Nuklir Untuk Pembangkit Listrik
Di era kemajuan teknologi yang semakin berkembang, para ahli telah mampu memanfaatkan teknologi nuklir untuk bahan bakar. Jenis energi terbarukan yang satu ini sangat efektif dan produktif, juga dikenal sebagai energi yang ramah lingkungan, bila dimanfaatkan untuk bahan bakar pembangkit listrik. Teknologi nuklir yang popular lewat penggunaannya bagi persenjataan militer ini, ternyata mempunya manfaat yang begitu besar bagi kesejahteraan umat manusia terutama dalam penyediaan kebutuhan energi listrik. Kalau penggunaan bahan bakar fosil untuk keperluan pembangkit listrik, selain bisa menimbulkan polusi lingkungan, juga sangat boros. Tetapi penggunaan bahan bakar nuklir sangat irit, dan tidak membuat polusi lingkungan. Konon setengah kilogram uranium yang sudah dimurnikan bisa menghasilkan energi yang setara dengan belasan juta liter solar. Hal ini sangat berpengaruh terhadap harga jual listrik kepada konsumen. Di samping itu pun persediaan bahan bakar ini cukup tersedia dalam jangka waktu yang panjang.
Namun sebagai konsekwensi logis dari suatu penggunaan teknologi tinggi, disamping manfaatnya yang besar, juga ada risikonya. Kalau salah dalam penerapannya tentu bisa membahayakan, tidak terkecuali Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir. Untuk itulah setiap pengoperasian PLTN di semua negara mana pun di dunia, masalah keselamatan merupakan syarat mutlak dan paling utama. Di samping itu pula PLTN generasi baru yang kini digunakan di negara-negara maju factor keselamatan dan keamanannya lebih terjamin. Pengawasan pengoperasian PLTN dilakukan dengan sangat ketat oleh badan pengawas internasional, mau pun dalam negeri masing-masing negara pengguna. Karena kegagalan PLTN di suatu negara masih dianggap kegagalan PLTN secara menyeluruh.
Pengamanan PLTN dilakukan dengan system berlapis-lapis, karena keselamatan suatu PLTN menganut palsafah pertahanan berlapis (defence in depth). Pertahanan berlapis ini meliputi: Lapisan keselamatan pertama, PLTN dirancang dibangun dan dioperasikan sesuai dengan ketentuan yang sangat ketat, mutu yang tinggi dan teknologi mutakhir. Lapis keselematan kedua, PLTN dilengkapi dengan system pengaman/keselamatan yang digunakan untuk mencegah dan mengatasi akibat-akibat dari kecelakaan yang mungkin terjadi selama umur PLTN. Lapis keselamatan ketiga, PLTN dilengkapi dengan system tambahan yang dapat diandalkan untuk mengatasi kecelakaan terparah yang diperkirakan dapat terjadi pada suatu PLTN. Walau begitu kecelakaan tersebut kemungkinannya amat sangat kecil terjadi selama umur PLTN.
Selama operasi PLTN, pencemaran yang disebabkan oleh zat radioaktif terhadap lingkungan dapat dikatakan tidak ada. Air laut atau air sungai yang dipergunakan untuk membawa panas dari kondensor sama sekali tidak mengandung zat radioaktif, karena tidak bercampur dengan air pendingin yang bersirkulasi di dalam reactor. Gas radioaktif yang dapat ke luar dari system reactor tetap terkungkung di dalam system pengungkung PLTN, dan sudah melalui ventilasi dengan filter yang berlapis-lapis. Gas yang lepas melalui cerobong aktivitasnya sangat kecil (sekitar 2 milicurie/tahun), sehingga tidak menimbulkan dampak terhadap lingkungan.

BAB IV
DAMPAK URANIUM

A. Depleted Uranium dan Bahayanya
DU (Deploted Uranium) adalah produk samping proses pengayaan uranium. Bahan bakar nuklir terdiri dari uranium, biasanya dalam bentuk oksidanya, U3O8. Uranium yang ada di alam hanya mengandung sekitar 0,7 persen isotop uranium-235, suatu nilai konsentrasi yang terlalu rendah untuk mempertahankan reaksi rantai. Agar beroperasi efektif dalam reaktor air ringan, uranium-235 harus diperkaya konsentrasinya hingga 3 sampai 4 persen. Sisa-sisa atau produk samping dari proses pengayaan inilah yang disebut DU. Oleh karena itu, sifat kimia DU sama dengan sifat kimia uranium.
Di berbagai sudut Irak kini dijumpai tank-tank dan kendaraan perang yang rusak, bangunan yang hancur, dan kerusakan lain. Banyak kerusakan dan kehancuran ini disebabkan oleh peluru yang ujungnya adalah uranium berkadar U-235 rendah (yang sering disebut depleted uranium atau secara singkat DU). Amerika Serikat dan koalisinya selalu berargumen bahwa DU tidak berdampak pada kesehatan dan lingkungan. Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk program lingkungan (UNEP) berkeinginan untuk melakukan penelitian agar kontroversi dapat menuju ke titik akhir. .
DU telah dicoba di penelitian militer sejak tahun 1970. DU menarik minat militer karena dua alasan.Pertama, uranium sangat rapat (hampir dua kali kerapatan timbal) sehingga dapat dikemas dengan lebih rapat dalam amunisi.Kedua, seperti tungsten, uranium dapat menembus hampir baja keras sekalipun. Namun, tidak seperti tungsten yang menjadi seolah tumpul ketika bertumbukan dengan sasaran, selongsong uranium akan menyala dengan baik di ujungnya sehingga seolah menajamkan peluru tersebut (gambar 1). Selain kedua alasan ini, DU juga berlimpah (produk samping dari proses pengayaan tadi berlimpah).
Oleh karena sifatnya ini bila digunakan sebagai amunisi, peluru dengan DU akan menembus tank-tank baja musuh. Peluru seperti ini digunakan di perang Teluk (1991) kemudian juga di Yugoslavia dan Kosovo (1999). Di invasi pasukan AS dan koalisinya ke Irak, DU juga digunakan di ujung dari peluru-peluru kendali mereka walaupun sebelumnya sempat menimbulkan perdebatan. Di perang Teluk digunakan kira-kira 350 ton DU, selama 11 minggu operasi di Kosovo telah digunakan 10 ton DU. Sementara untuk invasi ke Irak, penulis belum mendapat angka yang pasti. Pertanyaan apakah DU, yang sedemikian banyak, yang terhambur akibat meledaknya peluru akan berdampak buruk pada kesehatan tentara dan rakyat sipil? Hal ini mengingat uranium secara kimia bersifat toksik, selain juga bersifat radioaktif. Memang, DU bukanlah radioaktif yang terlalu kuat, bahkan sering digunakan untuk pelindung radiasi di pusat pembangkit nuklir. Namun, ini bukan berarti bahwa DU kemudian tidak berdampak negatif pada kesehatan karena saat uranium dan hasil peluruhan yang masih radioaktif meluruh akan dipancarkan partikel alfa, beta, dan gama yang masing-masing berperilaku berbeda pada tubuh manusia.
B. Radiasi
Dari tiga tipe radiasi inti, partikel alfa biasanya memiliki daya tembus paling kecil. Partikel beta lebih kuat daya tembusnya dari partikel alfa, tapi lebih lemah dari sinar gama. Sinar gama memiliki panjang gelombang sangat pendek dan energi tinggi. Selain itu, karena sinar gama tidak bermuatan, sinar ini tak dapat mudah dihalangi oleh bahan pelindung, tidak seperti partikel alfa dan beta. Namun, bila pemancar alfa atau beta tertelan, bahayanya sangat besar karena tubuh akan terus-menerus ditembaki dengan radiasi yang berbahaya pada jarak dekat. Sebagai contoh, Stronsium-90, adalah pemancar beta, dapat mengganti kalsium dalam tulang, yang akan mengakibatkan kerusakan yang sangat besar.
Efek biologis radiasi bergantung pada bagian tubuh yang diradiasi dan jenis radiasi. Dengan alasan ini, rad sering dikalikan dengan faktor yang disebut relative biological effectiveness (RBE). Hasil kalinya disebut rem (rontgen equivalent for man) : 1 rem = 1 rad x 1 RBE. RBE partikel alfa sekitar 20 kali lebih tinggi dari RBE sinar X dan sinar gama. Akan tetapi, kalau radiasi alfa itu berada di luar tubuh, tidak akan menembus kulit karena sudah diserap molekul-molekul di udara. Setiap orang dalam keadaan normal kira-kira terpapar radiasi 0,1 sampai 0,3 rem per tahun. Bila kita di dekat DU atau senjata yang mengandung DU, radiasi yang kita terima akan jauh lebih kecil dari nilai ini.
Namun, efek yang berbeda kalau DU tersebut masuk ke sumsum tulang, misalnya, karena peluru yang mengandung DU menembus tulang. Ini pernah terjadi dalam operasi-operasi yang disebut di atas, beberapa tentara tertembak peluru yang mengandung DU dan dengan demikian partikel alfa yang dipancarkan DU dapat merusak tubuh.
Selain itu, peluru yang mengandung DU bila terbakar akan menghasilkan partikel debu yang mengandung uranium. Beberapa pakar kesehatan mengkhawatirkan bila partikel debu uranium ini masuk ke dalam rantai makanan melalui tumbuhan, terhirup ataupun termakan. Bila terhirup debu, DU akan berdampak besar karena partikel debu ini memancarkan radiasi alfa yang dapat mengakibatkan kanker paru-paru. Dari hasil-hasil penelitian selama ini, disimpulkan sementara bahwa efek radiasi DU kecil.
Namun, efek toksiknya jauh lebih besar. Uranium adalah zat toksik yang berdampak buruk pada ginjal. Sekali masuk ke cairan biologis, uranium akan menuju ke hati dan ginjal. Uranium di ginjal dapat merusak tubules dalam ginjal, tubules ini diperlukan untuk menyaring air seni. Selain itu, uranium juga dapat mengubah DNA, mengubah gen-gen yang bila tidak terganggu uranium tidak akan terekspresikan. Memang ada selang waktu yang cukup lama antara paparan radiasi dan terjadinya kanker, sekitar 20 tahun. Namun, untuk gangguan tiroid dan leukemia, selang waktunya jauh lebih pendek, yakni sekitar lima tahun. Sebagian kontroversi seputar penggunaan DU di Kosovo adalah leukemia.
Kontroversi dampak sifat toksik dan pengubahan DNA maupun radioaktif dari DU sampai saat ini belum bisa selesai. Sulitnya, studi seperti ini data-datanya kadang sangat tidak konklusif. Dalam kasus Irak, hal ini dipersulit lagi karena Irak selama rezim Saddam Hussein menolak studi sistematis yang akan dilakukan WHO untuk meneliti dampak DU ini. Jadi, pihak Irak selalu mengklaim bahwa peningkatan kasus kanker dan leukemia adalah akibat penggunaan DU di perang Teluk. Sementara pihak Amerika Serikat dan Inggris mengatakan bahwa tidak mungkin dosis radiasi maupun toksik DU akan berdampak.
Seperti dibahas di awal, komunitas ilmuwan kini tidak begitu yakin dengan klaim tidak ada sama sekali dampak DU. Yang kini masih menjadi pertanyaan adalah:
Kalau memang efek toksik uranium kecil karena dosisnya rendah, apakah efek sinergis uranium dengan logam-logam lain dalam debu-debu peluru tidak ada? Ilmuwan berhipotesis, masing-masing efek mungkin kecil, tapi efek sinergis bisa lain. Seperti diketahui logam-logam lain, seperti tungsten, nikel, dan kobal, yang mungkin juga digunakan di peluru genotoksik.
Apakah ada efek “bystander”, yakni kerusakan akibat radiasi tidak pada sel yang langsung terkena radiasi, tetapi pada sel tetangganya. Bila terjadi pada gen, kerusakan ini dapat diperkuat dari satu generasi ke generasi berikutnya. Semoga niat UNEP kali ini dapat dilaksanakan, dan kontroversi seputar DU ini dapat berakhir sehingga dengan tegas dilarang penggunaannya ke depan bila ternyata bahaya.

Daftar Pustaka

1. CHANTOIN, PM and FINUCANE, J, Plutonium as an Energy Source Quantifying the Commercial Picture, IAEA Bulletin, Vol. 35(3), IAEA, Vienna, Austria (1993) pp. 38-43.
2. GLASSTONE, S and JORDAN, WH, Nuclear Power and Its Environment Effects, American Nuclear Society, Illinois (1981).
3. KAPLAN, I, Nuclear Physics (2nd edition), Addison-Wesley Publishing Company, London (1979).
4. KNIEF, RA, Nuclear Energy Technology, Hemisphere Publishing Corporation, Washington (1981)
5. SEMENOV, BA. and OI, N, Nuclear Fuel Cycle : Adjusting to New Realities, IAEA Bulletin, Vol. 35(3), IAEA, Vienna, Austria (1993) pp.
6. SURIPTO, A, Pengenalan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir dan Berbagai Aspek di Sekitarnya (dalam Ekonomi dan Pendanaan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir), Proceeding BATAN-IAEA Workshop on Economic and Financing of Nuclear Power Plant, BATAN, Jakarta (1994) hal. 2.1 – 2.25

No comments:

Post a Comment

Terima kasih atas komentar yang anda sampaikan , sehingga dapat menambah wawasan saya sebagai penulis dan membuat blog ini semakin berguna banyak orang